CUCI OTAK

Rabu, 12 Desember 2012

ISTRI NGGAK BOLEH KELUAR RUMAH TANPA IJIN SUAMI...???

Posted by Rastaman Aswajais Palengaan 03.45, under | No comments


Banyak banget asumsi di masyarakat bahwa seorang istri nggak boleh keluar rumah sama sekali tanpa ijin suami, sekalipun mau jenguk orang tuanya yang sedang sakit keras. Hadits ini nih yang biasa mereka jadiin penguat argumen yang artinya: “Dari Anas bin Malik (ia berkata): Bahwa seorang suami pernah keluar (rumah) dan ia perintahkan istrinya agar tidak keluar dari rumahnya. Dan bapak dari si istri itu tinggal di bawah rumah sedangkan ia tinggal di atasnya. Lalu sakitlah bapaknya, lalu dia mengirim utusan kepada Nabi Shalallahu alaihi wasallam menerangkan keadaannya (ia dilarang keluar rumah oleh suaminya sedangkan bapaknya saat ini sedang sakit). Bersabda Nabi Shalallahu alaihi wasallam, ‘Taatilah perintah suamimu.’ Lalu matilah bapaknya, ia pun mengirim utusan kembali menerangkan keadaannya (ia dilarang keluar rumah oleh suaminya sedangkan bapaknya saat ini telah wafat). Bersabda Nabi Shalallahu alaihi wasallam, ‘Taatilah perintah suamimu.’ Lalu Nabi Shalallahu alaihi wasallam mengirimkan utusan kepadanya (menyampaikan sabda beliau), ‘Sesungguhnya Allah telah mengampuni bapaknya karena ketaatannya kepada suaminya.”
Ingat...!!! term-term normatif dalam islam, tidak hanya dilihat secara harfiah aja lho... harus dicari dulu asbabun nuzul ato asbabul wurudnya. Kalo nggak, maka kita bakalan menjastifikasi sebuah ‘amal yang seharusnya hukumnya tidak seperti itu. Dengan kata lain, menghukumi sebuah ‘amal, tapi tidak sesuai dengan term-term normatif yang digunakan. Dalam memahami term-term normatif, ada kaidah yang berbunyi: sebuah ‘ibarat ditinjau dari sebab turunnya, bukan dari keumuman kalimatnya. Jadi nggak cukup cuma dengan modal pinter cas cis cus ngomong bahasa Arab doang. Masih banyak disiplin ilmu yang menunjang dalam pengambilan sebuah hukum dari sebuah term normatif.
Okay... mengenai hadits di atas, hadits itu diriwayatin sama Imam Ath Thabany dalam kitabnya Mu’jam Al Ausath yang di sanadnya ada seorang rowi dhoif bernama Ishmah bin Mutawakkil sebagaimana dikatakan oleh Al Imam Al Haitsami di kitabnya, Al Majmauz Zawaa’id (4/313). Dan syaikhul Imam Al Albani telah melemahkan hadits di atas dalam Irwaul Ghalil (no 2014), karena kelemahan Ishmah bin Mutawakkil dan gurunya, yaitu Zaafir bin Sulaiman. (dikutip dari kitab Hadits-Hadits Dhoif dan Maudhu’ karya Ustadz Abdul Hakim Abdat, penerbit Darul Qolam). Jadi hadits itu DLO’IF.
Kamal bin Hummam dalam Fath al-Qadir berfatwa bahwa, “bila istri bermaksud menuntut hak atau memenuhi kewajiban terhadap orang lain, seperti merawat orang sakit atau pun memandikan mayat, maka dia diperbolehkan keluar, baik dengan izin suaminya maupun tidak.” Menurutnya, hal-hal seperti itu tergolong fardhu kifayah (kewajiban kolektif) yang tidak dapat dibatalkan oleh larangan suami. Karena itu, keluar rumah lantaran memenuhi kewajiban kolektif itu dapat dibenarkan menurut Syari’at.
Jadi, bila dalam rangka memenuhi kewajiban (baik fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah), maka seorang istri boleh keluar rumah tanpa izin suami. Wallaahu a’lam.

Senin, 27 Februari 2012

GENDER, ISLAM DAN HAM II

Posted by Rastaman Aswajais Palengaan 04.50, under | No comments


Hak Untuk Hidup
Sebagian orang mengatakan kalau Islam tidak mengenal HAM, dan mereka mengatakan bahwa HAM adalah produk Amerika. Kalau memang Islam tidak mengenal HAM, berarti Islam adalah agama yang tidak peduli terhadap kelangsungan hidup manusia, padahal dalam kenyataannya tidak begitu.
Dalam Al-Quran Allah berfirman,
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNä3øn=tæ ÞÉ$|ÁÉ)ø9$# Îû n=÷Fs)ø9$# (
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian semua (melaksanakan qishash) dalam (kasus) pembunuhan.” (Al-Baqarah:178).
öNä3s9ur Îû ÄÉ$|ÁÉ)ø9$# ×o4quŠym Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# öNà6¯=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÐÒÈ
“Dan bagimu, dalam qishash itu terdapat kehidupan, wahai orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah: 179).
Bukankah hidup adalah hak yang paling asasi bagi setiap manusia? Dan dua ayat tersebut di atas, sudah cukup untuk menolak pernyataan itu, karena sudah terbukti Islam sangat menghargai kehidupan manusia. Buktinya dengan wajibnya pelaksanaan qishash bagi pelaku pembunuhan (sebagai sangsi) untuk menjaga kelangsungan hidup manusia lainnya.

Hak Untuk Mendapatkan Pendidikan
Kalau memang Islam tidak mengenal hak asasi, mengapa para pemeluknya diwajibkan untuk menuntut ilmu, bahkan sampai ajal menjemput.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مَسْلِمِيْنَ وَمُسْلِماَتٍ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّحْدِ
“Mencari ilmu (hukumnya) wajib bagi setiap umat Islam laki-laki dan perempuan mulai lepas dari timangan orang tua sampai masuk liang lahat.”
Dalam hadits di atas sudah sangat jelas bahwa setiap umat Islam berhak untuk mendapatkan pendidikan. Bahkan bukan hanya berhak, tapi juga diwajibkan.

Hak Untuk Membentuk Keluarga
Dalam bukunya yang berjudul Wawasan Al-Quran, Quraisy Shihab mengatakan bahwa, mendambakan pasangan itu adalah fitrah. Oleh karena itu, agama mensyari’atkan dijalinnya pertemuan antara pria dan wanita, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya perkawinan” (Shihab: 1998).
Islam adalah agama fitrah. Hal ini terlihat pada firman Allah yang berbunyi,
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
“Maka tatapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tataplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Al-Rum:30).
Kalau memang Islam tidak mengenal HAM, tentunya Islam akan melarang umatnya untuk menikah. Dan apabila nikah dilarang, berarti Islam sudah bertentangan dengan sumber ajarannya yang menyatakan bahwa Islam adalah agama fitrah.
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah pernah bersabda,
اَلنِّكاَحُ سُنَّتِيْ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتٍيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ
“Nikah itu adalah sunnahku. Barangsiapa tidak suka terhadap sunahku, maka dia bukan golonganku”.
Sebetulnya masih banyak hak-hak yang paling asasi yang dibahas panjang lebar dalam UUD ’45 yang sangat sesuai dengan hukum Islam; seperti hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum, hak untuk mendapatkan keamanan dan rasa aman dari segala gangguan, hak untuk bekerja dan mendapatkan upah dari pekerjaannya, hak untuk mendapatkan tempat tinggal dan lain sebagainya.


BAB III
PENUTUP
Itulah agama yang dibawa Muhammad yang di dalamnya diatur seluruh aspek kehidupan umatnya. Tidak hanya kegiatan ritual peribadatan saja, tapi juga kegiatan-kegiatan sehari-sehari non-ritual.
Kalau agama-agama lain hanya mengatur kegiatan ritual peribadatan saja, Islam mengatur segala aspek kehidupan umatnya; bagaimana kita melakukan hubungan vertikal terhadap Tuhan (hablun minallah), hubungan horisontal; (hablun minannas) dan cara berinteraksi dengan alam (hablun minal ‘alam). Singkatnya, Islam adalah agama yang ajarannya sangat kompleks.
Kepada semua pihak yang membaca tulisan singkat ini, apabila menemukan kekeliruan, saya mohon kesudiannya untuk memperbaiki. Terlepas saya sebagai manusia biasa, kekurangan dalam referensi juga menjadi faktor kekurangan dalam tulisan ini. 
Mudah-mudahan dengan tulisan singkat ini dapat mengembalikan reputasi Islam -yang hilang- seperti masa kenabian Pemegang Risalah, Nabi Terakhir, Muhammad saw. Amin.
Hanya kepada Allah-lah tempat kembalinya segala urusan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asqolani, Ibnu Hajar, (Bulughul Marom, Darul Ulum, Surabaya, tanpa tahun).
Al-Kahlani, Imam Muhammad bin Isma’il, (Subulus Salam, Darul Fikr, Beirut, tanpa tahun).
Al-Khurasyi, Sulaiman bin Shalih, (Pemikiran Dr. Yusuf Al-Qaradhawi Dalam Timbangan, Imam Asy-Syafi’i, Bogor, 2003).
Al-Sabouni, (Rowai’ul Bayan: At-Tafsir Ayatul Ahkam Minal Qur’ani, Darul Kutub Al-Islami, Jakarta, 2001).
Al-Sa’dawi, Nawal. Izzat, Hibbah Rauf, (Permpuan, Agama dan Moralitas: Antara Nalar feminis & Islam Revivalis, Erlangga, Jakarta, 2006).
‘Allawaisy, As-Syaikh Abi ‘Abdillah ‘Abdis Salam, (Ibanatul Ahkam, Daril Fikr, Beirut, tanpa tahun).
Jabbar, Umar Abdul, (Khulashoh Nurul Yaqin, Muhammad bin Ahmad Nabhan wa Auladihi, Surabaya, tanpa tahun).
Shihab, M. Quraisy, (Wawasan Al-Quran, Mizan, Bandung, 1998).
Sya-Dewa, eM., (Wanita Makhluk Penuh Pesona: Memahami Wanita Luar Dalam, Pustaka ‘Azm, Kediri, Mei 2007).