CUCI OTAK

Minggu, 31 Juli 2011

YASMIN BUKAN SITI NUR BAYA

Posted by Rastaman Aswajais Palengaan 22.14, under | 2 comments

Malam itu adalah malam yang paling menyedihkan bagi Yasmin. Betapa tidak, besok dia harus berpisah dengan teman-teman belajarnya di Pesantren yang sangat ia cintai. Pesantren yang mengajarkan kemandirian dan telah memberinya banyak ilmu pengetahuan.
Di pesantren Darul Albab Yasmin adalah salah satu santriwati dengan segudang prestasi. Tidak hanya berprestasi di bidang akademik, Yasmin juga berprestasi di berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Yasmin juga pernah mengharumkan nama pesantren di tingkat internasional dengan meraih juara satu pada lomba kaligrafi arab di Doha, Qatar, waktu dia duduk di kelas satu MA. Di kelas dua dia juga menjadi juara dua Musabaqah Hifdzil Quran di Mesir. Di kelas tiga Yasmin menjuarai lomba pidato bahasa Inggris tingkat nasional yang diadakan oleh DEPAG. Maka tidak heran jika setelah ujian nasional dia ditawari beasiswa oleh yayasan Pesantren Darul Albab untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi terkenal di ibu kota, tapi Yasmin menolak dan memilih untuk kuliah di Pesantren saja. Dia memilih kuliah di Darul Albab, karena nuansa religiusnya sangat kental dan tidak bisa didapat di perguruan tinggi lainnya di luar pesantren yang pergaulannya bebas bahkan sangat bebas. Selain alasan itu, Yasmin juga ingin memantapkan hafalan Al Qur’annya.
Tradisi juara bagi Yasmin masih berlanjut sampai dia duduk di bangku kuliah. Pada saat Yasmin masih semester dua, dia menjadi juara satu lomba sastra Arab antar mahasiswa jurusan sastra Arab yang diadakan oleh Jeddah University Saudi Arabia. Meskipun prestasi yang diraih Yasmin tidak sedikit, akan tetapi semua prestasi itu seakan tidak berarti lagi baginya. Bahkan gairahpun tidak ada.
Kemarin Pak Burhan dan Ibu Khadijah, orang tua Yasmin, sowan ke Kiai Syafi’i, pengasuh pesantren Darul Albab, untuk menjemput Yasmin boyong dari pesantren. Yasmin dijemput oleh kedua orang tuanya untuk dinikahkan dengan laki-laki pilihan ayahnya setelah tiga tahun dijodohkan tanpa sepengetahuan Yasmin. Laki-laki itu adalah Brian. Brian adalah anak orang kaya raya bernama Pak Anton.
“Hayo... Melamun terus.” Nabila, teman akrab Yasmin, mencoba membubarkan kesedihan Yasmin yang sedang menggelayuti wajahnya yang biasa dihiasi senyum.
“Ah, kamu, Bil. Mengagetkan aku saja.” Timpal Yasmin.
“Ada apa sich, Yas, malam-malam kok melamun di taman sendirian? Malam jumat lagi.” “Kemarin ayam-ayam tetanggaku mati semua lho gara gara melamun.” Lanjut Nabila.
“Apa hubungannya melamun dengan ayam-ayam yang mati? Kamu ini ada-ada saja, Bil.”
“He. He. Memang tidak ada.” Jawab Nabila sambil tertawa kecil. “Habisnya kamu malam jumat bukannya berkumpul bersama teman-teman, malah melamun.” “Nama kamu Yasmin. Yasmin itu bahasa Arab yang berarti melati. Masak melati mukanya kusut seperti baju yang belum disetrika?”
“Aku sedang sedih, Bil.”
“Sedih kenapa?” Nabila penasaran.
“Kamu tahu kan kemarin orang tuaku sowan ke kiai?”
“Iya, tahu. Terus kenapa kamu harus bersedih?” Nabila semakin penasaran.
Sambil meneteskan air mata, Yasmin menjelaskan kesedihannya juga maksud tujuan orang tuanya sowan ke pengasuh pesantren, termasuk soal perjodohannya dengan Brian.
“Oh, jadi begitu.” Nabila mengangguk-anggukkan kepala. “Ya, sudah kamu jangan bersedih lagi!” Lanjut Nabila sambil memeluk Yasmin. “Kamu kan masih bisa tetap kuliah, jadi kamu masih bisa bertemu dengan aku dan teman-teman di sini.”
“Bukan itu saja, Bil, yang membuat aku sedih.”
“Terus apa dong?” Nabila melepaskan pelukannya.
“Brian itu hanya tamatan SD. Dia juga tidak pernah belajar agama, Bil. Bagaimana dia bisa menjadi imam dalam rumah tangga?”
“Sudah, jangan menangis lagi!” Nabila mengusap air mata Yasmin. “Kalau kamu memang tidak setuju dengan perjodohan yang dilakukan ayah kamu, kamu bisa jelaskan dengan baik-baik, tanpa mengurangi hormat kamu kepada ayah dan ibu kamu.”
“Bagaimana aku harus menjelaskan kepada orang tuaku, Bil?”
“Kamu kan santri. Sedikit-banyak kamu faham agama, jadi kamu jelaskan kalau perjodohan yang dilakukan ayah kamu itu kurang tepat dalam syari’at islam.” Jawab Nabila sambil memegangi kedua pundak Yasmin. “Kamu ingat, tidak? Dulu kita pernah berdiskusi dengan teman-teman tentang pemaksaan perjodohan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Waktu itu kamu pernah mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’i, Ibnu Majah, Daruquthni dan Abdurrazaq. Dalam mengutip hadits itu kamu bercerita tentang seorang gadis yang mengadu pada Ummul Mu’minin, ‘Aisyah, karena dipaksa oleh bapaknya untuk menikah dengan sepupunya sedangkan gadis itu tidak menyukainya...”
“Iya aku ingat sekarang.” Yasmin memotong penjelasan Nabila dengan wajah berbinar-binar. “’Aisyah kemudian mengadukan hal itu kepada Rasulullah dan kemudian Rasulullah memanggil ayah gadis itu dan Rasulullah menjelaskan kalau keputusan sepenuhnya ada di tangan anak gadisnya. Betul, ‘kan?” Yasmin menatap wajah Nabila dengan senyuman mengembang.
Nah, itu kamu ingat.” Jawab Nabila. “Kamu dulu juga mengutip pendapat Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thohir bin Muhammad bin Hasyim, pengarang kitab Is’adur Rafiq, yang berpendapat kalau anak yang menolak perjodohan yang dilakukan orang tuanya tidak termasuk...”
’Uququl walidain, ‘kan?” Lagi-lagi Yasmin memotong penjelasan Nabila.
“Hem... Semangat sekali kamu?” Nabila menggoda Yasmin dengan mencolek dagu Yasmin.
“Terimakasih, ya, Bil. Kamu memang temanku yang bisa mengerti keadaanku.” Sambil memeluk Nabila, Yasmin melanjutkan: “kalau seperti itu penjelasannya, orang tuaku pasti bisa menerima pendapatku. Selain masuk akal, penjelasan itu bersumber dari hadits dan pendapat ulama.”
Nabila melepaskan pelukan Yasmin. “Ayo sekarang kita ke kamar. Tidur. Sudah jam sepuluh ‘ni. Nanti jam tiga kita harus bangun dan waktu itu kamu bisa manfaatkan untuk meminta petunjuk dan pertolongan Allah.”
“Ayo.” Timpal Yasmin singkat.
Mereka berdua kemudian beranjak dari taman pesantren menuju ke kamar masing-masing.
*****
Mobil Kijang Innova warna silver, penjemput Yasmin sudah siap di depan balai tamu. Yasmin keluar dari kamarnya menuju orang tuanya yang sudah menunggu di mobil. Yasmin mencium tangan kedua orang tuanya kemudian memasukkan tasnya ke bagasi.
Mobil yang dikemudiakan oleh Pak Mursyid, sopir pribadi Pak Burhan, berangkat bertolak dari pesantren menuju rumah Yasmin. Di tengah laju mobil, Yasmin membuka pembicaraan: “ayah. Ibu, nanti malam ayah dan ibu ada waktu, tidak?”
“Sepertinya tidak ada, ya, bu?” tanya Pak Burhan sambil melihat ke belakang ke arah Ibu Khadijah.
“Iya, tidak ada. Memangnya ada apa, Yas? Sepertinya ada sesuatu yang penting.” Ibu Khadijah melihat ke arah Yasmin.
“Ada yang mau Yasmin bicarakan kepada ayah dan ibu.”
“Soal apa?” Pak Burhan penasaran.
“Nanti saja, yah.”
“Ya, sudah.”
*****
Adzan ‘isya’ berkumandang. Yasmin bersama orang tuanya langsung shalat berjamaah. Setelah dzikir dan doa bersama, Yasmin bersalaman dan mencium tangan kedua orang tuanya kemudian melipat mukenah yang ia kenakan dan langsung naik ke lantai dua rumah menuju kamarnya. Di kamarnya Yasmin menyalakan komputer untuk menyapa teman-teman dunia mayanya melalaui jejaring sosial Twitter. Setelah bercengkrama dengan teman-teman Twitter-nya, Yasmin beralih ke Facebook. Yasmin asyik online ditemani alunan merdu lagu Rindu Muhammadku yang dilantunkan oleh Haddad Alwi, Anti, Vita dan Ebith, sambil membalas teman-teman dunia mayanya yang mengomentari status yang dia update. Saat asyik online, terdengar suara Ibu Khadijah memanggilnya: “Yasmin, turun! Makan malam sudah siap ‘ni.”
“Iya, bu.” Yasmin langsung turun menuju meja makan setelah komputernya di-shut down.
“Wah, ibu masih ingat makanan kesukaan Yasmin.” Yasmin senang melihat ayam rendang dan sayur asam kesukaannya.
“Iya dong. Tidak mungkin ibu lupa makanan kesukaan anak ibu sendiri?”
“Oh, iya. Tadi Yasmin bilang mau bicara sama ayah dan ibu?” Pak Burhan mengingatkan Yasmin.
“Nanti saja, yah, setelah makan.”
Setelah makan, Pak Burhan menuju ruang keluarga sedangkan Yasmin dan Ibu Khadijah membereskan piring-piring.
“Yasmin, kalau sudah beres-beres, ayah tunggu di sini, ya?”
“Iya, yah. Sudah selesai ‘ni.” Yasmin dan Ibu Khadijah menuju Pak Burhan yang sudah menunggu di ruang keluarga. Yasmin langsung duduk dekat Ibu Khadijah.
“Soal apa yang mau Yasmin bicarakan?” Pak Burhan membuka pembicaraan.
“Soal perjodohan Yasmin dengan Brian, yah.”
“Memang kenapa, anakku?” Tanya Ibu Khadijah sambil mengelus-elus kepala Yasmin.
Yasmin menjelaskan ketidak setujuannya dengan perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya dengan alasan yang sudah dia persiapkan dari pesantren dengan Nabila, teman akrabnya.
Setelah mendengar penjelasan Yasmin, sambil menghela nafas panjang Pak Burhan menanggapi: “itulah tujuan ayah dan ibu memondokkan Yasmin di pesantren: supaya Yasmin berpengetahuan luas. Ayah dan ibu ini kan awam dalam bidang agama, jadi ayah dan ibu tidak boleh membiarkan Yasmin seperti ayah ini. Dan kalau memang perjodohan ini kurang tepat dalam pandangan syari’at, ayah dan ibu akan membatalkan perjodohan ini. InsyaAllah, hari minggu ini ayah dan ibu akan ke rumah Pak Anton untuk membicarakan hal ini.”
“Yasmin minta maaf telah merepotkan ayah dan ibu.”
“Seharusnya kita yang minta maaf kepada Yasmin. Bukan Yasmin yang meminta maaf.” Jawab Ibu Khadijah sambil memeluk Yasmin yang duduk di sampingnya.
“Jadi besok Yasmin bisa balik lagi ke pesantren dan melanjutkan kembali kuliah Yasmin di Darul Albab.” Sambung Pak Burhan.
“Terimakasih, Yah, Bu. Ayah dan ibu sudah mengerti keinginan Yasmin.” Yasmin tidak dapat membendung air mata yang memaksa keluar dari bola matanya.
Keesokan harinya Pak Burhan sowan ke Kiai Syafi’i untuk mengembalikan kembali Yasmin ke pesantren dan Kiai Syafi’i dengan senang hati menerima kembail Yasmin untuk menimba ilmu di Darul Albab.
Yasmin merasa senang setelah Pak Burhan mengabarkan kalau Kiai Syafi’i mengijinkannya untuk menimba ilmu kembali di pesantren yang ia cintai. Yasmin juga merasa bangga dengan kedua orang tuanya yang mau mengerti akan keinginannya.

Sabtu, 30 Juli 2011

Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII

Posted by Rastaman Aswajais Palengaan 04.51, under | 1 comment


A. Historisitas Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi kemahasiswaan berusaha menggali nilai- nilai moral yang lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP).
Secara historis, NDP PMII mulai terbentuk pasca Independensi PMII ketika Mukernas III di Bandung (1-5 Mei 1976). Pada saat itu penyusunan NDP masih berupa kerangkanya saja, lalu diserahkan kepada tim PB PMII. Namun, hingga menjelang Kongres PMII VIII di Bandung, penyusunan tersebut belum dapat diwujudkan. Hingga akhirnya saat Kongres PMII VIII di Bandung (16-20 Mei 1985) menetapkan penyempurnaan rumusan NDP dengan Surya Dharma Ali sebagai ketua umumnya. Penyempurnaan ini berlangsung hingga 1988. Selanjutnya pada tanggal 14-19 September 1988 ketika Kongres IX PMII, NDP mulai disahkan di Surabaya.
NDP ini merupakan tali pengikat (kalimatun sawa’) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh anggota dan kader PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII baik secara personal maupun kolektif dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas, dengan melakukan keberpihakan yang nyata melawan ketidakadilan, kesewenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan negatif lainnya.

B. Arti NDP
NDP merupakan nilai-nilai secara mendasar, yang merupakan sublimasi nilai-nilai keIslaman dan keindonesiaan dengan kerangka pemahaman Ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong, serta penggerak kegiatan PMII. Yang dimaksud nilai-nilai keislaman disini adalah kemerdekaan/al-huriyah,persamaan/al-musawa, keadilan/‘adalah, toleran/tasamuh, damai/al-sulh, dll. Adapun nilai-nilai keindonesiaan adalah keberagaman suku, agama, budaya, ras, golongan, beribu pulau, dll.
Nilai-nilai Islam mendasari, memberi spirit dan élan vital pergerakan yang meliputi cakupan iman (aspek iman), Islam (aspek syari’ah), dan Ihsan (aspek etika dan akhlak). Sedangkan nilai-nilai keindonesiaan memberi area berpijak, bergerak dan memperkaya proses aktualisasi dan proses dinamika pergerakan.

C. Fungsi NDP
1. Sumber Motivasi (Kerangka Ideologis)
NDP menjadi pendorong insan pergerakan untuk berfikir, berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
2. Landasan berfikir (Kerangka Refleksi)
NDP menjadi landasan berpendapat terhadap persoalan yang dihadapi.
3. Landasan Berpijak (Kerangka Aksi)
NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang harus dilakukan oleh insan pergerakan dalam membela kaum lemah.

D. Kedudukan NDP
1. NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas pergerakan.
2. NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap, dan bertindak dalam aktivitas pergerakan.

E. Rumusan NDP
1. Tauhid
Meng-Esa-kan Allah merupakan nilai yang paling asasi dalam sejarah agama samawi. Di dalamnya telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia, hal ini terkandung dalam surat Al-Ikhlas: 1-4, Al-Baqarah: 130-131.
Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat, dan perbuatan Allah. Keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan manifestasi dari keyakinan terhadap yang ghaib. Oleh karena itu tauhid merupakan titik puncak yang melandasi, memandu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat insan, dan perwujudan lewat perbuatan. PMII harus mampu melarutkan dan meneteskan nilai- nilai tauhid dalam berbagai kehidupan serta tersosialisasikan hingga merambah di sekelilingnya.

2. Hubungan manusia dengan Allah (Hablum min Allah)
Allah adalah pencipta alam semesta. Dia menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya kejadian dan menganugerahkan kedudukan yang terhormat kepada manusia dihadapan ciptaan-Nya sekaligus. Kedudukan itu ditandai dengan pemberian daya nalar berfikir, kemampuan berkreasi, dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai Khalifah fi al Ard dan hamba Allah. Hal ini terkandung dalam surat Al-An’am:165. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuanNya (Az-Dzariat:56). Untuk itu manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang harus selalu dirawat.
Dengan demikian, dalam kedudukan sebagai manusia ciptaan Allah, terdapat pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah dan sebagai hamba ciptaan Allah.
3. Hubungan manusia dengan manusia ( Hablum min an Naas)
Tidak ada sesuatu yang lebih antara satu dengan yang lainnya di hadapan Allah kecuali ketaqwaannya. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong, saling menghormati, bekerja sama, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama. Hal ini terkandung dalam surat Al-Hujurat:13.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar umat manusia. Perilaku persaudaraan ini harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberi manfaat maksimal untuk diri dan lingkungannya.
4. Hubungan manusia dengan alam ( Hablum mi’a al ‘Alam)
Alam semesta adalah ciptaan Allah. Dia menentukan kadar dan hukum- hukumnya. Alam juga menunjukkan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Allah menundukkan alam untuk manusia dan bukan sebaliknya. Jika hal ini terjadi dengan sebaliknya, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan kepada alam, bukan kepada Allah. Allah menciptakan manusia sebagai khalifah, sudah sepantasnya manusia menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dalam bertauhid dan bukan menjadikan sebagai obyek eksploitasi, hal ini terkandung dalam surat Al-Qashas : 77.

SEJARAH SINGKST PMII

Posted by Rastaman Aswajais Palengaan 04.40, under | No comments

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah organisasi ekstra kampus yang berdiri pada tanggal 17 April 1960 M, bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 H, bertempat di Taman Pendidikan Al-Khodijah, Wonokromo Surabaya Jawa Timur.
Awal berdirinya PMII murni gagasan aktivis-aktivis muda berlatar belakang NU. Awal berdiri PMII masih bernaung di bawah panji-panji kebesaran NU, karena kondisi saat itu memang memungkinkan PMII untuk dependen (bernaung) dengan NU. Latar belakang dependensi terbangun atas kesamaan nilai, kultur, aqidah, dan bahkan sikap dan perilaku warga NU dan kader PMII.
Tanggal 14 Juli 1972, Deklarasi Murnajati PMII, yang secara tegas menyatakan independent (berdiri sendiri), merupakan titik awal PMII tidak terikat dalam sikap dan tindakan kepada siapapun dan hanya commit pada perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional. Tujuan dari pada independent secara organisasi ini adalah bagaimana PMII dapat menjaga jarak dan menggeliat dari arus penyeragaman Negara, penting untuk memperkuat daya tawar PMII dalam memberdayakan masyarakat sipil (civil society).
Walaupun begitu PMII dan NU mempunyai kesamaan cultural, kesamaan pendapat dalam memahami ulama’ sebagai warosatul ambiya’, kesamaan paham keagamaan dengan mengembangkan Ahlu Sunnah Wal Jamaah, juga kesamaan wawasan kebangsaan, sebagai keutuhan comitmen ke-Bangsaan, ke-Islaman, dan ke- Indonesiaan, juga kesamaan kelompok sasaran perjuangan.
Selama perkembangannya, PMII masih konsisten pada visi dan misinya. PMII sepakat dengan transformasi sosial, dalam Empowering dan Devolepment. Transformasi nilai wacana sebagai upaya melakukan pegerakan adalah kesepakatan pergerakan PMII. Transformasi adalah cara perubahan sampai pada tingkat pola fakir, yang pada tataran gagasan PMII menumbuhkan berfikir untuk mewujudkan aseplorasi intelektual mendalam dan jati diri serta perwatakan yang kritis, inovatif dan aspiratif.
Semangat perjuangan PMII tercermin dalam nilai-nilai yang tekandung dalam format profil pergerakan yaitu:
• Berilmu, Beramal, dan Bertaqwa sebagai Tri-Motto PMII
• Taqwa, Intelektual dan Profesionalitas sebagai Tri-Khidmat PMII.
• Kejujuran, Kebenaran, dan Keadilan sebagai komitmen PMII.
• Ulul-Albab sebagai citra diri kader ideal PMII yang harus melekat pada perjuangan dengan satu pemahaman:
“Dzikir, Fikir, dan Amal Sholeh”